Minggu, 15 Mei 2011

mengambil keputusan etik pada praktek pekerjaan sosial

MENGAMBIL KEPUTUSAN ETIK
1.Panduan Menghadapi Dilema
                Ada beberapa panduan yang dapat diterapkan pekerja sosial ketika menghadapi dilema etis dalam pekerjaan sosial. Diantaranya adalah :
a.       Melindungi klien dari situasi yang berbahaya lebih didahulukan daripada menjaga kerahasiaan dan privacy klien.
b.      Lebih mendahulukan hak klien untuk memperoleh kesejahteraan dasar daripada mengindahkan hak self-determination orang lain.
c.       Hak self-determination dari individu lebih didahulukan daripada haknya untuk kesejahteraan dasar.
d.      Kewajiban untuk tunduk kepada hukum dan aturan lebih didahulukan dari hak untuk terlibat dalam kegiatan yang bertentangan.
e.      Mendahulukan hak individu untuk hidup sejahtera dapat mengalahkan aturan, hukum dan aturan dalam kasus konflik.
f.        Kewajiban mencegah terjadinya bahaya yang mendasar dalam kehidupan seseorang seperti kelaparan dan memperoleh fasilitas publik (misalnya perumahan, pendidikan, dan bantuan) mengalahkan hak mengendalikan mulik pribadi seseorang.
2. Identifikasi Nilai
                Sebelum ,engambil suatu keputusan etik, pekerja sosial terlebih dahulu harus melakukan identifikasi terhadap nilai-nilai yang berkaitan dengan keputusan tersebut. Sebab nilai-nilai tersebut adalah unsur utama dalam pengambilan keputusan etik. Nilai-nilai yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etik tersebut antara lain nilai pribadi, nilai-nilai masyarakat, dan nilai0nilai profesionalitas. Secara sinergis ketiganya menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk mengambil keputusan etik dalam pekerjaan sosial.

a)      Nilai Pribadi
Setiap orang pasti memilki nilai yang diyakini secara individu dan terus-menerus melekat dalam dirinya hingga akhir hayat. Nilai tersebut dapat berasal dari budaya maupun keyakinan agama yang dianut oleh seseorang. Setiap keputusan etik pada dasarnya dipengaruhi oleh nilai-nilai profesional tersebut. Namun demikian, pekerja sosial harus mampu mengkomunikasikan nilai personalnya dengan nilai yang ada pada masyarakat maupun nilai profesionalitas. Pekerja sosial harus dengan tepat dapat menentukan kapan secara egois menerapkan nilai pribadinya atau kapan secara bijak mengharmoniskan dengan nilai lain ketika terjadi pertentangan nilai.

b)      Nilai Masyarakat
Nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat memberikan pengaruh yang cukup besar dalam proses pengambilan etik dari pekerja sosial. Kuatnya kepercayaan terhadap sesuatu yang benar dan salah dalam masyarakat acap kali menjadi faktor yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan etik. Namun demikian dalam konteks tertentu, pekerja sosial dapat membuat keputusan etik yang sama sekali bertentangan dengan nilai yang dianut secara umum. Misalnya, pekerja sosial dapat saja menganjurkan seorang korban perkosaan untuk melakukan aborsi, meskipun aborsi bertentangan dengan nilai yang ada dalam masyarakat.

c)       Nilai Profesional
Nilai profesional dalam hal ini kode etik lebih banyak berperan sebagai panduan ketika terjadi konflik nilai dan etik. Dalam praktiknya pekerja sosial tidak dapat melepaskan nilai profesional, agar terhindar dari malpraktik yang dianggap sebagai pelanggaran etik yang berat. Oleh sebab itu, nilai-nilai profesional sangat membantu pekerja sosial dalam membuat suatu keputusan-keputusan etik, terutama ketika terjadi kebingungan dalam dilema etik.


3. Proses Pengambilan Keputusan
                Cynthia Pattiasina (2007) mengungkapkan ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk membuat suatu keputusan etik. Di antaranya :
Langkah 1            : Melakukan identifikasi masalah dan faktor yang berkontribusi terhadap suatu    masalah.
Langkah 2            : Melakukan identifikasi orang dan institusi yang terkait dengan masalah seperti klien, korban, sistem-sistem dukungan, profesi dan pihak-pihak lain.
Langkah 3            : Mengidentifikasi nilai-nilai yang relevan dengan masalah yang dianut oleh pihak dalam langkah 2, termasuk nilai masyarakat,  profesi, klien dan pekerja sosial.
Langkah 4            : Melakukan identifikasi tujuan dan sasaran penyelesaian masalah (paling tidak untuk mengurangi).
Langkah 5            :  Melakukan identifikasi alternatif strategi dan target yang akan dicapai.
Langkah 6            : Melakukan identifikasi tentang efektivitas dan efisiensi setiap alternatif yang mencoba untuk diterapkan.
Langkah 7            :  Menentukan siapa yang harus terlibat dalam keputusan etik.
Langkah 8            :  Memilih strategi yang tepat.
Langkah 9            :  Melaksanakan strategi.
Langkah 10          :  Monitoring pelaksanaan.
Langkah 11          :  Evaluasi dan identifikasi masalah baru.
                

isi dari Undang-Undang Kesejahteraan sosial



Diatur dalam UU RI No.11 Thn 2009
Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa. Untuk mencapai kehidupan yang layak negara harus menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial secara terencana dan terarah, dan berkelanjutan. Kesejahteraan Sosial itu sendiri adalah suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
                Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi :
a.       Rehabilitasi sosial
b.      Jaminan sosial
c.       Pemberdayaan sosial
d.      Perlindungan sosial

Dalam Undang-Undang Kesejahteraan Sosial diatur pula tentang Perlindungan Sosial yaitu untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial untuk kelangsungan hidup masyarakat.
    Kesejahteraan sosial berhubungan secara langsung dengan kemiskinan, maka dalam Undang-Undang ini pula mengatur tentang penanggulangan kemskinan. Yaitu merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan, terhadap orang yang belum hidup seecara layak.
        Anggarannya tu sendiri didapat dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) , APBD, Sumbangan masyarakat, Bantuan asing.

isi dari UU SJSN

A.      Isi Undang-Undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)
                Diatur dalam UU RI No.40 Thn 2004. Yaitu jaminan sosial adalah bentuk dari perlindungan sosial untuk menjamin kehidupan masyarakat secara menyeluruh, Bentuk nyata dari jaminan sosial contohnya adalah asuransi, Asuransi yang diadakan mengharuskan anggotanya membayar premi/iuran dengan begitu para anggota mempunyai hak untuk mendapatkan fasiltas dari penyelenggara jaminan sosial. Tetapi ada pula yang dinamakan bantuan iuran dihususkan untuk para fakir mskin dan orang-orang yang tidak mampu sebagai anggota program jaminan sosial, iuran menjadi kewajiban pemerintah.
                Dalam Undang-undang ini pula mengatur tentang hak-hak pekerja, pemberian asuransi untuk kecelakaan kerja.
                Tujuan dari Sistem Jaminan Sosial Nasional itu sendiri adalah untuk memberikan jaminan agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan dapat hidup layak (untuk peserta jaminan sosial/ anggota keluarganya.
                Badan penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-undang : Badan penyelenggara yang telah ada di Indonesia yatu (JAMOSTEK untuk tenaga kerja , TASPEN untuk asuransi pegawai negeri, ASABRI asuransi untuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, ASKES untuk asuransi kesehatan ) namun begitu penyelenggara bisa dibentuk yang baru pula  dengan Undang-Undang.
                Adapun Dewan Jaminan Sosial Nasional yang berfungsi merumuskankebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
                Jenis-jenis program jaminan sosial :
a.       Jaminan kesehatan
b.      Jaminan kecelakaan kerja
c.       Jaminan hari tua
d.      Jaminan pensiun
e.      Jaminan kematian

Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara optimal. Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

faktor penghambat dan penerima penyuluhan pada orang dewasa

A.   Faktor Penghambat Penerima Penyuluhan dalam Penyuluhan Sosial
Faktor yang menjadi penghambat penerima penyuluhan dalam penyuluhan sosial khususnya penyuluhan yang diberikan kepada orang dewasa adalah. Orang dewasa seringkali menganggap bahwa mereka sudah bisa sepenuhnya mengatur dirinya sendiri, hal ini merupakan faktor penghambat yang cukup besar pengaruhnya, orang-orang dewasa lebih suka melibatkan dirinya di dalam penyuluhan daripada hanya mendengar ceramah dari para fasilitator.
Cara penyampaian dan metoda yang tepat dalam penyuluhan.
Faktor penurunan daya ingatpun cukup menjadi penghambat, maka dari itu dalam pemberian penyuluhan perlu adanya pelibatan langsung dan dilakukan dengan berulang agar para penerima penyuluhan lebih memahami secara lebih mendalam tentang materi penyuluhan.
Faktor penurunan kondisi fisik seperti pendengaran dan penglihatan. Dalam hal ini perlu pengaturan secara baik dari fasilitator maupun media yang digunakan seperti radio, kaset, dan lain-lain harus memungkinkan semua peserta dapat mendengar dengan jelas. Penyuluh harus bisa mengelompokkan peserta penyuluhan, dan diusahakan agar orang-orang dewasa lanjut agar duduk di tempat yang paling depan.
Kurang adanya hubungan sosial faktor terakhir ini terdiri dari dua hal, yaitu hubungan antaranggota kelompok pelaksana inovasi dan hubungan dengan masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya ketidakharmonisan antaranggota proyek inovasi.

Kondisi Individu , penyuluhan yang diberikan kepada orang dewasa tentu harus sesuai dengan kebutuhan mereka, cara penyampaian yang salah akan berakibat fatal, karena orang dewasa sudah mempunyai pandangan masing-masing, merekapun biasanya akan lebih sulit diatur, tidak suka diceramahi, karena merasa sudah mempunyai pengalaman yang banyak.

Ketidakmauan dan ketidakmampuan individu dalam menerima resiko, dalam perjalanan menuju perubahan tentu semuanya tidak semua berjalan mulus adakalanya kita mengalami hambatan, dan beresiko. Ketakutan seseorang dalam menghadapi resiko akan berpengaruh kepada pemberian penyuluhan.

Adanya kegagalan pada masa lalu, menjadi faktor penghambat, karena hal tersebut membuat hilang rasa kepercayaan klien kepada pekerja sosial (penyuluh) adanya pendapat bahwa penyuluhan tidak bisa membuat mereka lebih baik menjadi penyebab hilangnya rasa ingin bekerja sama dengan penyuluh.

B.                  Faktor Pendukung penerima penyuluhan dalam penyuluhan

Faktor yang mendukung keberhasilan dalam penyuluhan adalah
1.       Keadaan pribadi klien
Mencakup , adanya motivasi dari dalam diri klien untuk mencapai perubaha atau kemajuan. Adanya keberanian untuk menanggung resiko. Antara klien dan pekerja sosial (penyuluh) harus ada rasa saling percaya demi keberhasilan penyuluhan.

2.       Keadaan lingkungan
Dalam pemberian penyuluhan, keadaan lingkungan cukup berpengaruh terhadap perubahan, lingkungan yang baik dan kondusif akan mendukung perubahan. Keadaan lingkungan mencakup keadaan  lingkungan secara geografis, sarana dan prasarana, akses. Akses yang mudah akan mempermudah penyuluhan pula.



3.       Latar belakang pendidikan
Latar belakang pendidikan klien memegang peran yang besar pada proses penyuluhan, latar belakang pendidikan yang baik akan membuat materi penyuluhan akan dimengerti secara utuh, akan adanya diskusi yang berbobot dan dalam pelaksanaannya akan melahirkan inovasi-inovasi baru.

4.       Kemampuan penyuluh :
a.                   Berbicara/berkomunikasi, yaitu kemampuan seorang penyuluhberbicara dgn baik di depan umum dan mampumengkomunikasikan materi yg disampaikan kepada kelompoksasaran sesuai degan makna yg sesungguhnya. Seorangpenyuluhan harus mampu menampilkan figur seorang naratordan dapat mempengaruhi kelompok sasaran.
b.                    Memotivasi, yaitu kemampuan memberikan dorongan danmempengaruhi semangat dan kemaunan kelompok sasaransehingga mau melaksanakan apa yang disampaikan.
c.                   Penyajian Materi, yaitu kemampuan untuk menyampaikan danmengemas materi secara sistematis sehingga menjadi jelasdan menarik bagi kelompok sasaran.
d.                    Pemilihan dan Penggunaan Alat Bantu, yaitu kemampuanuntuk dapat menentukan dan memanfaatkan ataumenggunakan alat bantu penyuluhan yang sehingga dapatmendukung penyampaian materi yang disajikan, seperti OHP,Infocus, alat peraga, gambar dan lainlain.
e.                    Timing, yaitu kemampuan untuk mengatur atau menyusunjadwal serta mengatur waktu pelaksanaan penyuluhansehingga penyampaian materi keseluruhan dapat terlaksanadan kelompok sasaran tidak merasa bosan.
f.                    Focus yaitu kemampuan untuk memusatkan materipenyuluhan sehingga terkait degan permasalahan yangsesungguhnya.
g.                   Diferensia/ Diagnosis, yaitu kemampuan untuk menganalisismasalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda sehinggaseorang penyuluh memiliki pemahaman yang luas danobjektif terhadap masalah tersebut, bukan pemahaman yangsempit dalam melihat masalahan tersebut





Cara Belajar Orang Dewasa

Menurut Knowles (1979), perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa dalam belajar didasarkan pada empat asumsi tentang orang dewasai. Asumsi-asumsi tersebut ialah:

(1) orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda dengan anak-anak,
(2) orang dewasa mempunyai konsep diri,
(3) orang dewasa mempunyai orientasi belajar yang berbeda dengan anak-anak, dan
 (4) orang dewasa mempunyai kesiapan untuk belajar.
Orang dewasa dalam belajar jauh berbeda dengan anak-anak, Seharusnya menggunakan pendekatan yang berbeda pula dalam membelajarkan anak. Pendekatan yang layak adalah pendekatan andragogi. Bila dihubungkan dengan penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir di kelompok belajar, maka pendekatan andragogi akan semakin terasa pentingnya.

Belajar bagi anak-anak bersifat untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyak-banyaknya. Sedangkan bagi orang dewasa lebih menekankan untuk apa ia belajar. Konsep diri pada seorang anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Ketika ia beranjak menuju dewasa, ketergantungan kepada orang lain mulai berkurang dan ia merasa dapat mengambil keputusan sendiri. Selanjutnya sebagai orang dewasa, ia memandang dirinya sudah mampu sepenuhnya mengatur diri sendiri.
Dalam proses pembelajaran orang dewasa (andragogi), ia menghendaki kemandirian dan tidak mau diperlakukan seperti anak-anak, misalnya ia diberi ceramah oleh orang lain tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi orang dewasa dalam belajar dapat bersifat psikis dan fisik.

Faktor Psikis
1. Harapan masa depan
Harapan masa depan seseorang dapat mempengaruhi semangat belajar. Adanya keterkaitan dengan pengembangan kariernya di masa depan akan memacu semangat belajar.

2. Latar belakang sosial
Kesempatan belajar akan dirasakan sebagai peluang berharga untuk menambah kepercayaan dirinya di lingkungan sosialnya.

3. Keluarga
Bagi orang dewasa, latar belakang keluarga merupakan faktor yang cukup dominan.
Keluarga yang utuh dan harmonis serta penuh syukur akan berpengaruh positif terhadap dirinya, begitupun sebaliknya.
Keluarga dengan banyak anak dan yang sedikit anak akan menimbulkan masalah yang berbeda, hal tersebut juga mempengaruhi sikap belajar.

4. Daya ingat
Diakui banyak orang bahwa makin lanjut usia dibarengi dengan penurunan daya ingat. Orang dewasa lebih mudah lupa dibanding anak-anak.
Ada ungkapan tentang perbedaan anak dan orang dewasa dalam belajar bahwa anak belajar ibarat mengukir di atas batu. Artinya anak-anak lebih lama untuk memahami sesuatu tetapi kalau sudah paham terus diingatnya dan sulit untuk dilupakan.
Sedangkan pada orang dewasa, ia mudah memahami sesuatu tetapi belum beberapa lama sudah terlupakan. Ibarat mengukir di atas air, oleh karena itu dalam proses belajar orang dewasa catatan dan resume atau rangkuman materi pelajaran sangatlah membantu.

Faktor Fisik
Bertambahnya usia mempengaruhi ketahanan fisik terutama penglihatan, pendengaran, artikulasi, dan penyakit.
1. Faktor penglihatan
Pada umumnya orang lanjut usia (40 – 60 tahun), ketajaman penglihatan berkurang.

2. Faktor Pendengaran
Tak dipungkiri pada usia lanjut fungsi pendengaran juga menurun.
3. Faktor artikulasi
Artikulasi dipengaruhi oleh struktur alat-alat ucap di dalam rongga mulut. Pada usia lanjut, banyak yang sebagian giginya tanggal, tenggoroan yang tidak sesempurna pada masa remaja. Apalagi yang mendapat gangguan syaraf akibat stroke, bibir menurun, dan pipi cekung serta tidak jarang secara reflek bergetar, dan lain-lain. Kondisi seperti ini mempengaruhi pelafalan seseorang. Pelafalan yang tidak tepat mempengaruhi makna bahasa.
4. Faktor penyakit
Bertambah usiapun sering dibarengi dengan penyakit yang disebabkan fungsi organ tubuh mulai berkurang. Biasanya penyakit yang mengiringi usia itu adalah gula darah, kolesterol, tekanan darah yang meninggi atau menurun, dan lain-lain.

Beberapa asumsi :
1) orang dewasa dimotivasi belajar sebagai kebutuhan pengalaman dan minat karena belajar menimbulkan kepuasan
2) orientasi belajar pada orang dewasa adlah life centered
3) pengalamanadalah sumber pembelajaran bagi orang dewasa
4) orang dewasa memiliki kebutuhan mendalam untuk menjadi self-directing
7) individual differences --> orang dewasa harus membuat provision optimal perbedaan dalam penampilan, waktu, tempat, dan pace of learning-nya.

Linderman mengidentifikasi beberapa asumsi tentang pembelajar orang dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar orang dewasa yaitu sebagai berikut :

1) pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan
2) orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan, sehingga unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan) bukan subject matter.
3) Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang dewasa, sehingga metode pembelajaran adalah analisa pengalaman (experiential learning).
4) Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru sebagai instruktur.
5) Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat dengan bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar.

Pengertian Kesejahteraan sosial

1. Kesejahteraan sosial merupakan suatu sistem dari ketentuan-ketentuan, program-program, hal-hal,  bermanfaat dari pelayanan-pelayanan yang memperkuat, atau penyediaan jaminan untuk pemenuhan kebutuhan sosial sebagai dasar kesejahteraan bagi penduduk dan bagi keberfungsian sosialnya. (Friedlander 1982)

2. Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga, yang bermaksud untuk membantu individu dan kelompok agar mencapai standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan keluarga/kelompok masyarakat (Friedlander 1962)